Anggota Komite Normalisasi (KN) Dityo Pramono mengaku sampai akhir tidak setuju terhadap pelarangan kepada George Toisutta dan Arifin Panigoro. Namun pada akhirnya suaranya kalah. Seperti sudah diberitakan sebelumnya, KN pada hari Jumat (29/4/2011) melansir keputusan yang menolak nama George dan Arifin untuk maju sebagai calon Ketua Umum, Wakil Ketua Umum atau Komite Eksekutif PSSI tahun 2011-2015. Keputusan itu diambil KN dengan mendasarkan pada direktif FIFA tertanggal 4 dan 21 April 2011. Di sinilah terdapat perbedaan pendapat antara anggota KN Dityo Pramono dengan Ketua KN Agum Gumelar. "Perbedaannya, Agum mengatakan surat FIFA itu harus diikuti betul, sedangkan saya tidak," ujar Dityo saat berbincang dengan detikSport, Jumat (24/4) malam WIB. "Buat Agum, surat FIFA tanggal 21 April itu adalah harga mati. Menurut saya itu bukan keputusan FIFA. Itu adalah saran, petunjuk yang bisa diikuti, bisa tidak," beber pria yang juga CEO Bintang Medan tersebut. "Bagi saya, yang harus diikuti itu Statuta FIFA. Dalam organisasi, aturan yang tertinggi kan Kongres, lalu AD/ART yang dalam hal ini adalah Statuta PSSI dan FIFA, keputusan dan baru derivatif-derivatif-nya," tambah Dityo. Perbedaan pendapat antara Dityo dengan Agum inilah yang kemudian disinyalir membuat KN mengalami deadlock dalam mengambil keputusan. Dityo kemudian menjelaskan bahwa sampai akhir, ia tetap pada sikapnya bahwa George dan Arifin tidak bisa dihalangi untuk mencalonkan diri. Pembatasan-pembatasan itu yang pernah membuat Kongres PSSI gagal terselenggara. "Saya berpikirnya, kegagalan Kongres dulu itu akibat membatas-batasi orang. Lebih spesifik, Kongres gagal karena membatasi George Toisutta dan Arifin Panigoro," kata Dityo. "Sekarang, kita (KN) oleh FIFA ditunjuk untuk menyelenggarakan Kongres, masa kita mau membatas-batasi lagi? Sudah tampak ini kegagalan di masa depan. Padahal, keledai saja tidak mau terjatuh dua kali," imbuhnya. "Kalau ada bangsa Indonesia yang mau mengurusi sepakbola, kenapa harus kita larang-larang?" ujar Dityo separuh bertanya. Karena terus kukuh pada sikapnya tersebut, Dityo sempat menyatakan tidak mau meneken surat keputusan KN. Tapi pada akhirnya ia mau menandatangani keputusan tersebut karena ia merasa hal itu tidak elok. Dityo sempat meminta agar Agum menuliskan keberatannya dalam surat keputusan KN, tetapi tidak dipenuhi. "Kawan-kawan yang lain sudah setuju, saya tetap pada sikap saya. Saya awalnya tidak mau teken surat itu. Prinsip saya, KN ini bukan keputusan 1-2 orang. Saya bertahan, tapi yang lain sudah iya. Maka tidak elok bila saya terus menolak," urai Dityo. "Saya sebetulnya meminta keberatan itu ditulis. Saya minta dicatat bahwa sampai akhir saya tetap keberatan. Tapi akhirnya saya pikir itu sudah jadi keputusan," kata Dityo pasrah. |
0 komentar:
Posting Komentar